Bismillah.
Saudaraku yang dirahmati Allah, apa itu salafiyah? Salafiyah merupakan dakwah atau ajakan untuk kembali mengikuti jalan beragama para pendahulu umat ini, yaitu para sahabat dan pengikut mereka. Salafiyah bukanlah organisasi atau hizb/partai.
Di dalam surat at-Taubah ayat 100 Allah telah memuji para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (at-Taubah : 100)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa para ulama Islam sejak dulu kala senantiasa berusaha untuk mengikuti jejak para sahabat nabi dalam beragama. Seperti yang dikatakan oleh seorang ulama bernama al-Auza’i rahimahullah, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak orang-orang salaf/terdahulu, meskipun orang-orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pendapat akal-akal manusia meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpesan dalam hadits Irbadh bin Sariyah agar umat ini senantiasa berpegang-teguh dengan sunnah/ajaran para khulafa’ur rasyidin. Mereka itu adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu’anhum. Orang-orang yang telah diberi jaminan masuk surga padahal saat itu jasad mereka masih berjalan di atas muka bumi.
Sebutan ‘salafi’ bermakna pengikut salaf. Yaitu pengikut sahabat nabi. Oleh sebab itu para ulama memuji mereka yang berpegang-teguh dengan jalan ini dengan sebutan salafi. Seperti halnya pujian dari Imam adz-Dzahabi -seorang ahli sejarah Islam- terhadap Imam ad-Daruquthni. Dikatakan oleh adz-Dzahabi bahwa ad-Daruquthni adalah seorang salafi.
Seruan dakwah salafiyah tidak lain dan tidak bukan adalah misi dakwah yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebarkan rahmat dakwah tauhid ini kepada seluruh insan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Hal itu pula yang diwasiatkan oleh Nabi yang mulia ‘alaihis sholatu was salam kepada Mu’adz ketika mengutusnya ke Yaman, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka yaitu supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari)
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyebut dirinya sebagai salaf/pendahulu bagi anak keturunannya. Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah, “Sesungguhnya sebaik-baik salaf bagimu adalah aku.” (HR. Muslim)
Imam Abdullah ibnul Mubarok pun menegaskan sebagaimana disebutkan oleh Imam Muslim dalam mukadimah Sahih-nya bahwa tidak boleh mengambil riwayat ilmu atau hadits dari orang yang mencela kaum salaf/para sahabat dan pengikut mereka.
Apabila kita telah memahami hal ini dengan baik; bahwasanya sebutan salafi atau dakwah salafiyah bukanlah aliran baru di dalam Islam, dan ia bukan seruan untuk fanatisme terhadap tokoh tertentu apalagi mengajarkan paham takfiri/pengkafiran dan terorisme, maka sungguh aneh di masa ini apabila kita mendengar ada sebagian kaum muslimin -yang dianggap sebagai cendekiawan- justru mendiskreditkan salafiyah dan menuduh salafi sebagai biang radikalisme.
Sebenarnya kita tidak perlu heran. Mengapa? Karena sesungguhnya julukan dan tuduhan keji kepada para penyeru kebenaran bukanlah suatu yang baru di dalam pentas sejarah. Bahkan para nabi dahulu pun tidak lepas dari tuduhan dan cacian. Mereka dituduh gila, dituduh penyihir, dikatakan sebagai tukang pembuat sya’ir, dan seterusnya.
Yang perlu kita cermati sekarang ini adalah; dari mana sebenarnya asal tuduhan-tuduhan ini. Orang yang memperhatikan perjalanan sejarah Islam dan perjuangan umat ini melawan berbagai bentuk penjajahan tentu mengetahui bahwa tidak lain dan tidak bukan tuduhan dan tudingan ini bersumber dari pemikiran dan ideologi liberal yang didengung-dengungkan oleh kaum Orientalis. Mereka yang belajar Islam untuk melakukan perusakan pondasi-pondasi Islam. Sayangnya banyak diantara kaum muslimin yang terracuni dan terbius oleh pemikiran ini. Sayang seribu sayang…
Tuduhan radikal bukan sekarang ini saja muncul.. sudah sekian lama tuduhan ini diarahkan kepada para ulama yang mengajak umat untuk meniti jalan para sahabat nabi. Salah satu nama yang sering dicatut namanya sebagai penggagas paham radikal ini adalah Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, semoga Allah merahmati mereka berdua. Padahal, jika orang mau tulus membaca dan mengkaji apa yang mereka jelaskan dalam kitab-kitabnya maka manusia akan tahu bahwa dasar yang mereka gunakan adalah bimbingan Allah dan Rasul-Nya, bukan pemikiran akal semata, hawa nafsu dan perasaan apalagi tradisi dan budaya manusia…
Mereka yang menuduh Ibnu Taimiyah berpaham radikal bisa membaca kitab-kitab beliau misalnya Aqidah Wasithiyah. Di dalamnya beliau memaparkan aqidah Islam dengan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengikuti jalan pemahaman para sahabat. Begitu pula Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Kitab Tauhid-nya atau kitab-kitab beliau yang lain. Beliau berusaha untuk berpegang-teguh dengan dalil dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Bahkan jika anda mencermati tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah akan sering anda jumpai beliau mendoakan kebaikan bagi pembaca tulisannya. Misalnya beliau berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu…” Atau “Ketahuilah semoga Allah memberikan bimbingan petunjuk kepadamu…” Bahkan salah satu cucu keturunan beliau yang kini menjabat sebagai menteri di Arab Saudi – Syaikh Shalih alu Syaikh – menulis dalam penjelasan risalah Tsalatsah Ushul yang disusun oleh kakeknya yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau menjelaskan bahwa faidah dari kalimat ‘semoga Allah merahmatimu’ adalah menunjukkan bahwa sesungguhnya ilmu itu dibangun di atas sifat rahmat/kasih sayang…
Bahkan jika manusia mau objektif mereka akan melihat bahwasanya pemerintah Arab Saudi yang notabene berkembang dan menegakkan dakwah salafiyah yang digencarkan kembali oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kala itu dan hingga kini masih dilanjutkan oleh para ulama sesudahnya; adalah negara yang sangat keras dalam memerangi paham takfiri dan terorisme. Mereka pun menolak keras tindakan terorisme yang dilakukan oleh al-Qaeda, ISIS dan yang semacamnya…
Bahkan jika orang-orang itu mau membuka mata, sesungguhnya diantara negara yang dijadikan sasaran utama dan musuh bebuyutan kaum takfiri dan teroris itu adalah negara Arab Saudi. Hal ini terbukti dengan berbagai bentuk celaan mereka kepada para ulama Saudi dan penguasanya. Sampai-sampai dikatakan oleh Aiman azh-Zhawahiri sang penerus tampuk kepimpinan al-Qaeda setelah Osamah bin Laden bahwa jihad yang paling utama sekarang ini adalah memerangi para penguasa murtad yang memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir. Dan yang mereka maksudkan adalah para penguasa negeri-negeri muslim… Allahul musta’an.
Mereka -kaum teroris dan khawarij masa kini seperti ISIS dan al-Qaeda- telah menyalahgunakan istilah jihad untuk membungkus aksi-aksi perusakan dan kezaliman yang mereka lakukan. Mereka menyebut aksi bom bunuh diri sebagai jihad, padahal aksi itu membunuh nyawa dan masyarakat yang tidak berhak ditumpahkan darahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh orang kafir mu’ahad/yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin maka dia tidak akan bisa mencium harumnya surga.” (HR. Bukhari)
Islam tidak membenarkan kezaliman, bahkan kepada orang kafir sekalipun. Oleh sebab itu sungguh aneh apabila tindakan sebagian kelompok sesat dan menyimpang ini kemudian dijadikan sebagai alasan untuk memberangus ajaran jihad dan wala’ wal bara’; cinta dan benci karena Allah. Padahal cinta dan benci karena Allah adalah simpul keimanan yang paling kuat, sebagaimana telah diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal jihad itu sesungguhnya tidak sesempit yang dianggap oleh manusia. Jihad tidak hanya berupa perang fisik melawan orang kafir harbi. Akan tetapi jihad juga mencakup perjuangan menundukkan hawa nafsu dan membantah kaum yang sesat dan menyimpang. Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa memandang bahwa pergi di awal siang atau di akhir siang untuk menimba ilmu itu bukan jihad, sungguh akalnya sudah berkurang…”
Radikalisme bukanlah buah dari ajaran jihad dan wala’ wal bara’. Itu yang harus dipahami! Sesungguhnya pemahaman radikal, terorisme dan pengkafiran ini semuanya timbul sebagai akibat dari kesalahan dalam bermanhaj atau menempuh cara beragama. Yaitu disebabkan mereka melenceng dari manhaj para sahabat nabi radhiyallahu’anhum. Akan tetapi sekali lagi, karena upaya untuk melemahkan Islam ini bersumber dari pemikiran dan program Orientalis dan musuh-musuh Islam maka tidak heran ketika yang disalahkan adalah ajaran jihad dan wala’ wal bara’. Karena memang itulah yang ingin mereka serang… Mereka ingin kaum muslimin kehilangan aqidah dan keyakinannya. Mereka ingin agar Islam tinggal nama dan tidak ada lagi ruhnya. Mereka ingin kaum muslimin mengekor filsafat dan ideologi pluralisme… Mereka ingin kaum muslimin tidak membenci syirik dan kekafiran. Oleh sebab itu mereka selalu mengangkat slogan kebebasan…
Anda, wahai saudaraku -semoga Allah melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepadamu- bisa mempelajari dengan leluasa kitab-kitab para ulama salaf yang membahas seputar aqidah dan manhaj Islam. Anda pun akan mengetahui bahwa mereka tidak mengajarkan terorisme. Anda juga akan bisa melihat bahwa Islam mengajarkan untuk menghormati dan memuliakan tetangga meskipun itu berbeda agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila hal ini bisa anda pahami niscaya anda akan bisa dengan mudah menepis tuduhan sebagian orang yang mengatakan bahwa salafi yang radikal menjadi sebab kaum muda salah jalan. Karena salafi tidak mengajarkan radikalisme. Hijrah yang sebenarnya adalah meninggalkan apa yang Allah benci menuju apa yang Allah cintai. Allah membenci syirik dan kekafiiran dan Allah mencintai tauhid dan keimanan. Hal ini harusnya yang ditekankan oleh Sang Profesor ketika menyindir sebagian kaum muda yang dianggap salah jalan dalam memahami hijrah dalam konteks kekinian.
Tentu kita tidak menafikan adanya sebagian orang yang mencatut nama salafiyah untuk mengelabui umat. Padahal mereka adalah kaum khawarij takfiri dan perusak keamanan. Seperti para penganut paham ISIS, al-Qaeda atau para pengagum pemikiran Sayyid Quthub –ghafarahullah– dan Abu Muhammad al-Maqdisi atau yang semisalnya. Salafiyah berlepas diri dari mereka. Karena mereka tidak mengikuti jalan para ulama salaf. Yang mereka ikuti adalah para da’i fitnah dan penyeru di depan gerbang neraka Jahannam. Akan tetapi sekali lagi mereka bukan bagian dari salafiyah sedikit pun. Sebagaimana halnya, jika ada orang Islam yang mencuri kita tidak akan menyalahkan ajaran agamanya, tetapi yang kita salahkan adalah perilaku oknumnya.